Tapi akhirnya aku sadar. Ternyata bukan masalah baik atau tidaknya. Tapi karena pacaran itu sendiri bermasalah.
Sebaik apapun diriku pada pacar, namun jika terjun dalam dunia pacaran akan terjebak jg. Lihatlah betapa murahnya tubuh ini, aku berikan GRATIS atas nama pacar.
Bukankah ini lebih hina dari pelac*r yang mereka punya tarif? Begitu bodohya aku menyerahkan harga diriku atas nama pacar tanpa tanda sah. Bukankah ini lebih murah dari ayam.
Sekarang aku hamil. Bingung meminta pertolongan pada siapa, sementara Dani telah meninggalkanku. Pada orang tuaku? Aah tidak mungkin, yg ada malah marah besar padaku.
Pada keluarga Dani? Malah aku yang disalahin karena dinggap merusak hidup Dani. Mau lapor ke polisi, bagaimana Dani dihukum sementara kami lakukan suka sama suka.
Lalu pada siapa aku mengadu? Pada Allah? Betapa malunya diri ini sudah melanggar firman_Nya. Ataukah janin yang aku miliki sekarang digugurkan saja?
Itu membuat aku berbuat seperti binatang. Apa sekalian menghancurkan diriku dengan menjadi pelac*r?
Sungguh makin hina. Apakah aku minta dinikahi sama orang lain? Lalu orang berhati malaikat mana yg mau nikah dengan wanita kotor sepertiku?
Coba andai saja waktu aku bisa putar, aku memilih tidak akan pernah menyentuh pacaran. Andai saja bisa mendapatkan tulisan/ceramah tentang bahaya pacaran, aku tidak melakukannya.
Sebab beginilah pacaran, benar-benar membuat diriki terjerumus hingga bisa melakukan banyak kemaksiatan lain.
Catatan: Cerita di atas adalah hasil kesimpulan penulis setelah 5 tahun melayani curhatan pembaca yang bertobat membaca bukunya. Untuk nama tokoh di atas hanyalah fiksi.
*Penulis adalah motivator & penulis muda yang telah menulis 52 Judul buku-buku cinta dan Motivasi.
[Ma/Sebarkanlah]